Pendidikan Berbasis Masyarakat


BAB I
PENDAHULUAN

Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah sebab keduanya memiliki kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi mandate untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda bagi peranannya di masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu. Sekolah tidak boleh merupakan masyarakat tersendiri yang tertutup terhadap masyarakat sekitar, ia tidak boleh melaksanakan idenya sendiri dengan tidak mau tahu akan aspirasi-aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan sekolah berdiri di daerahnya untuk meningkatkan perkembangan putra-putri mereka. Masyarakat menginginkan agar anak-anak mampu menjadi seseorang yang lebih baik dan dapat menyelesaikan permasalahan dilingkungan mereka.
Sekolah merupakan sistem yang terbuka terhadap lingkungannya termasuk masyarak pendukungnya. Sebagai sistem yang terbuka sudah jelas ia tidak dapat mengisolasi diri sebab bila hal itu terjadi berarti ia menuju ke ambang kematian. Sebab tanpa adanya hubungan terbuka dengan lingkungan masyarakat, sekolah tidak mampu mengembangkan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar yang kemudian hal tersebut diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah. Ini penting mengingat sekolah dan masyarakat saling berhubungan.
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk hubungan komunikasi eksternal yang dilaksanakan atas dasar kesamaan tanggungjawab dan tujuan. Hubungan masyarakat dan sekolah adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama untuk masyarakat dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Seperti diungkapkan oleh Mulyasa (dalam yusufhadi miarso, 2011) bahwa tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu kepentingan sekoalah dan kebutuhan masyarakat.

a. Tujuan hubungan masyarakat berdasarkan dimensi kepentingan sekolah antara lain:
  1. Memelihara kelangsungan hidup sekolah
  2. Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
  3. Memperlancar kegiatan belajar mengajar
  4. Memperoleh bantuan dan dukungan dari masyarakat dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan program-program sekolah.
b. Tujuan hubungan sekolah berdasarkan kebutuhan masyarakat antara lain:
  1. Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
  2. Memperoleh kemajuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat
  3. Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
  4. Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang terampil dan makin meningkatkan kemampuannya.
Hubungan masyarakat dengan sekolah ini juga tertuang dalam UU no 20 tahun 2003:
  1. Pada pasal 1 butir ke 27 yaitu Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
  2. Pada pasal 4 butir 6 yaitu Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan
  3. Pada pasal 8 menyatakan Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
  4. Pada pasal 9 yaitu Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pada UU No 20 tahun 2003 tersebut telah diungkapkan bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan sangatlah diperlukan. Demi perkembangan dan pelaksaan pendidikan yang optimal dan dapat memenuhi apresiasi dan kebutuhan masyarakat dalam memecahkan masalah sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Pendidikan Berbasis Masyarakat
Landasan pendidikan berbasis masyarakat terdapat pada UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu:
  1. Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1).
  2. Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54 ayat 2).
  3. Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1 dan 2).
  4. Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan/atau sumber lain (pasal 55 ayat 3). Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah.
  5. Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/sekolah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25).
  6. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/sekolah (pasal 56 ayat 3)
B. Pendidikan Berbasis Masyarakat
Menurut Comton dan Mc Clusky (dalam Sumpeno, 2009), pendidikan berbasis masyarakat adalah proses di mana setiap anggota masyarakat hadir untuk mengemukakan setiap persoalan dan kebutuhan, mencari solusi mengerahkan daya yang tersedia, dan melaksanakan kegiatan atau pembelajaran, atau keduanya. Dengan demikian, pendidikan berbasis masyarakat adalah salah satu model pendidikan yang mana masyarakat menjadi tumpuan kekuatan pada pendidikan.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerindah Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 1 butir 38 dijelaskan bahwa Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat
Dari dua pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah suatu proses penyelenggaraan pendidikan yang berdasarkan pada kehidupan masyarakat yang mengemukakan setiap persoalan dan kebutuhan dalam kehidupan dimasyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Masyarakat dalam konteks pendidikan berbasis masyarakat bertumpu pada tiga pilar utama yaitu “dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan merupakan jawaban terhadap apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat merupakan pelaku atau subyek pendidikan yang aktif, bukan hanya sekadar obyek pendidikan. Pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mereka (Zubaidi, dalam Sumpeno, 2009).
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., dalam Effendi 2008). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., (dalam Effendi 2008) akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education). Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika.
Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR.Arief Rahman dan Mukhlishah (dalam Mustikasari, 2010) adalah:
  1. Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya.
  2. Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
  3. Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
C. Tujuan Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM) bertujuan untuk membantu pemerintah dalam memobilisasi sumber daya lokal dan meningkatkan peranan masyarakat, meningkatkan rasa kepemilikan dan dukungan masyarakat terhadap sekolah, dan mendukung peranan masyarakat untuk mengembangkan inovasi kelembagaan, serta membantu mengatasi putus sekolah terutama dari SD. Sehingga dengan adanya Pendidikan Berbasis Masyarakat, diharapkan dapat mengatasi atau setidaknya mengurangi putus sekolah terutama pada SD. Dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat siswa juga diharapkan lebih peka dan mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat sekitar.

D. Tujuan Pengembangan Pendidikan berbasis Masyarakat
  1. Tujuan pengembangan pendidikan berbasis masyarakat ini, adalah sebagai berikut membantu pemerintah dalam mobilisasi sumber daya manusia setempat dan dari luar serta meningkatkan peranan Masyarkat untuk mengambil bagian lebih besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pendidikan disemua jenjang, jenis dan jalur Pendidikan
  2. Mendorong perubahan sikap dan persepsi Masyarakat terhadap rasa kepemilikan sekolah, tanggung jawab kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima sosial budaya.
  3. Mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan Masyarkat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan anggota Masyarkat lainnya melalui kebijakan desentralisasi.
  4. Mendukung peranan Masyarakat mengembangkan inovasi kelembagaan untuk melengkapi, meningkatkan, dan mensinergikan dengan peran sekolah, dan untuk meningkatkan mutu dan relevansi, membuka kesempatan lebih besar dalam memperoleh Pendidikan.
E. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Menurut Sihombing (dalam Mustikasari 2010), Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa PBM adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.
Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan yang tertuang pada pasal 54 ayat (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam menyelenggarakan dan pengendalian mutu pada satuan pendidikan. Ayat (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan.
Konsep pendidikan berbasis masyarakat tertuang juga pada pasal 55 ayat (1) masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat ayat (2) penyelenggaraan pendidikan berbasis mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan. Ayat (3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggaraan, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan / atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; ayat (4) lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan tekhnis, subsidi dana dan sumbe daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan / atau pemerintah daerah.
Dalam pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat (PBM) tersebut ada tiga pokok catatan yang perlu menjadi perhatian penerapan tersebut di sekolah.
  1. Kemampuan ekonomi masyarakat pendukung sekolah masih lemah.
  2. Sekolah terutama sekolah swasta, di naungi oleh yayasan yang acap kali berkultur sangat kaku dan cenderung otoriter. Yayasan berlaku sebagai pemegang otoritas dalam pengelolaan sekolah dalam arti yang luas.
  3. Para pengelola sekolah kurang memahami secara mendalam dan luas peran serta fungsi mereka. Jelas bahwa mau tidak mau, keterlibatan masyarakat menjadi hal yang tidak dapat di nafikan, bahkan keterlibatan mereka menjadi sangat penting demi kemajuan sekolah. Karena peran masayarakat sangat penting dalam pendidikan.
F. Prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat
Menurut Michael W. Galbraith (dalam ______, 2010) pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
  2. Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkan. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
  3. Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.
  4. Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unik tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.
  5. Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.
  6. Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
  7. Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka didorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
  8. Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.
  9. Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.
Dalam perkembangannya, community based education merupakan sebuah gerakan nasional di negara berkembang seperti Indonesia. Community based education diharapkan dapat menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan masyarakat madani (civil society). Dengan sendirinya, manajemen penndidikan yang berdasarkan pada community-based education akan menampilkan wajah sebagai lembaga pendidikan dari masyarakat. Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur nonformal setidak-tidaknva mempersyaratkan lima hal seperti yang diungkapkan dalam Sujana (dalam _____, 2010).
  1. Teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnva tidak digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh.
  2. Ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah.
  3. Program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata.
  4. Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan.
  5. Aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.
G. Kendala Mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat
Kendala dalam mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat menurut Sagala, S., 2004 (dalam Effendi, 2008) adalah:
  1. Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang dianut pemerintah masih dari atas ke bawah (top down).
  2. Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
  3. Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
  4. Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
  5. Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
  6. Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
  7. Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
  8. Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
  9. Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
  10. Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.
Sistem yang masih top down yang kurang memberikan ruang dan peluang perencanaan dari bawah, sehingga terjadi penyeragaman program serta penyeragaman sistem dan mekanisme pelaksanaan program mengakibatkan pertanggungjawaban keuangan tidak mengacu kepada hasil melainkan hanya kepada kelengkapan administrasi. Hal ini benar-benar mematikan kreativitas di lapangan dan membuka peluang untuk memanipulasi.
Kurangnya kepercayaan pemerintah kepada masyarakat untuk mengambil peran dalam melaksanakan program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat mengakibatkan terjadinya pemaksaan kehendak dan pengarbitan hasil program.
Tugas melayani masyarakat yang belum dilaksanakan dan kecenderungan berperilaku sebagai penentu yang selalu ingin dihormati dan berkuasa karena mereka merasa memiliki dana menyebabkan timbulnya sikap apatis pada masyarakat dan menurunkan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi.

Kebutuhan masyarakat yang beragam dan merasa belum terlayani dengan baik menyebabkan gairah belajar masyarakat berkurang dan menimbulkan keengganan untuk mengikuti program belajar. Pola pikir masyarakat yang masih mementingkan kebutuhan kebendaan atau badani dan kurang memperhatikan pendidikan menyebabkan banyak anak yang tidak berkesempatan mengikuti program pendidikan dan mereka lebih disibukkan dengan kegiatan mencari nafkah.
Masyarakat masih memiliki budaya statis , merasa puas dengan apa yang ada, bersifat menunggu, menerima, dan kurang proaktif untuk mengambil prakarsa serta melakukan tindakan yang bermanfaat untuk masa depan menyebabkan sulitnya memperkenalkan teknologi baru kepada mereka. Tokoh panutan yang berperilaku seperti birokrat mengakibatkan masyarakat pendidikan enggan untuk mengoptimalkan peran masyarakat, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program.
Kurangnya LSM mengakibatkan kelambatan dalam usaha menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan pendidikan berbasis masyarakat.
Adanya keterbatasan anggaran, sarana prasarana dan tenaga kependidikan serta prosedur yang berbelit-belit dapat mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap program pendidikan berbasis masyarakat berkurang.
Bertolak dari permasalahan-permasalahan ini, institusi sekolah bersama masyarakat perlu menyusun suatu model kebijakan sampai batas mana masyarakat dapat berpartisipasi dalam manajemen pendidikan dan bagaimana masyarakat itu dapat berpartisipasi memenuhi kebutuhan sekolah. Salah satu solusinya, aspirasi masyarakat dan keikutsertaan masyarakat disalurkan melalui suatu forum yang disebut dewan sekolah atau komite sekolah yang fungsi tugasnya dituangkan dalam peraturan pemerintah maupun peraturan daerah. Komite sekolah merupakan pengembangan fungsi dari BP3 yang tidak hanya berfungsi untuk memberikan dukungan pembiayaan tetapi juga berfungsi mengoreksi dan memberikan masukan atau ide bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Komite sekolah sebagai forum keikut sertaan masyarakat ditingkat sekolah sedangkan dewan pendidikan ditingkat Kabupaten/Kota.


BAB III
KESIMPULAN

Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah suatu proses penyelenggaraan pendidikan yang berdasarkan pada kehidupan masyarakat yang mengemukakan setiap persoalan dan kebutuhan dalam kehidupan dimasyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pendidikan Berbasis Masyarakat didasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Pasal 54 Ayat (1) dan (2), Pasal 55 Ayat (1),(2), dan (3), Pasal 1 Butir (24) dan (25), Pasal 56 Ayat (2).
Selain berdasar pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 3002 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Berbasis Masyarakat juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 1 Butir 38,
Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM) bertujuan untuk membantu pemerintah dalam memobilisasi sumber daya lokal dan meningkatkan peranan masyarakat, meningkatkan rasa kepemilikan dan dukungan masyarakat terhadap sekolah, dan mendukung peranan masyarakat untuk mengembangkan inovasi kelembagaan, serta membantu mengatasi putus sekolah terutama dari SD.

DAFTAR PUSTAKA

___________. 2010. Prinsip-Prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat.(online). http://semangatbelajar.com diakses tanggal 4 Oktober 2011.

Attubani, Riwayat. 2008. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat. (online). http://riwayat.wordpress.com, diakses tanggal 4 oktober 2011.

Effendi, Abu Hadfi. 2008. Pendidikan Berbasis Masyarakat. (online). http://re-searchengines.com, diakses tanggal 4 Oktober 2011.
Miarso, Yusufhadi. 2011. Hubungan dengan masyarakat. (online). http://blog.tp.ac.id, diakses tanggal 4 Oktober 2011

Mustikasari, Ardiyani. 2010. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat. (online). http://sas.openthinklabs.com, diakses tanggal 5 Oktober 2011

Sumpeno, Wahyudin. 2009. Sekolah Masyarakat; Penerapan Rapid-Training-Design Dalam Pelatihan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Disusun Oleh: Bintang Wicaksono, S.Pd.
Dipostkan Oleh Bintang Wicaksono