1. Pengertian Kesulitan Belajar
Beberapa para ahli memiliki pendapat tentang pengertian kesulitan belajar. Sudrajat (2008) mengemukakan bahwa:
Kesulitan
belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis,
maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi
belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Menurut Untario (2008)
Kesulitan Belajar atau “Learning Disabilities, LD” adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.
Menurut Clemen dalam Tarmidi (2008)
Kesulitan
belajar adalah kondisi di mana anak dengan kemampuan intelegensi
rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau
kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses
persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian,
penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik.
Sedangkan menurut Tarmidi (2008)
Kesulitan
belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang
bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional.
Sementara Kirk & Ghallager (dalam Tarmidi 2008) menyebutkan bahwa:
faktor penyebab kesulitan belajar sebagai berikut:
1. Faktor Disfungsi Otak
Menurut Wittrock dan Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan dengan kemampuan sequential linguistic
atau kemampuan verbal; hemisfer kanan otak berhubungan dengan
tugas-tugas yang berhubungan dengan auditori termasuk melodi, suara yang
tidak berarti, tugas visual-spasial dan aktivitas non verbal. Temuan
Harness, Epstein, dan Gordon mendukung penemuan sebelumnya bahwa
anak-anak dengan kesulitan belajar (learning difficulty)
menampilkan kinerja yang lebih baik daripada kelompoknya ketika kegiatan
yang mereka lakukan berhubungan dengan otak kanan, dan buruk ketika
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan otak kiri.
2. Faktor Genetik
Hallgren
melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa, yang faktor
herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan mengeja
diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain
dilakukan oleh Hermann yang meneliti disleksia pada kembar identik dan
kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekwensi disleksia pada
kembar identik lebih banyak daripada kembar tidak identik sehingga ia
menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja dan menulis adalah
sesuatu yang diturunkan.
3. Faktor Lingkungan dan Malnutrisi
Kurangnya
stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal
kehidupan merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan
munculnya kesulitan belajar pada anak. Cruickshank dan Hallahan
menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara malnutrisi
dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan
mempengaruhi sistem syaraf pusat dan kemampuan belajar serta berkembang
anak.
4. Faktor Biokimia
Pengaruh
penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih
menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers
menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi
hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy
membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold
menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada
anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar.
Menurut Sukadji dalam Tarmidi (2008) terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar yaitu:
1. Sejarah kegagalan akademik berulang kali
Pola
kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang.
Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
2. Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya
kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran
yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar
jangkauan kesulitan fisik awal.
3. Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement.
Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan,
mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau
memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4. Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang
Kegagalan
yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang
akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya
antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam
hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam
keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau
tidak memperhatikan.
5. Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga
Rapor
hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan.
Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain.
Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap
pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini
lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.
6. Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap
Kesulitan
belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak
berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang
lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat
perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang
keterbelakangan mental.
7. Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai
Terdapat
anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya
tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat
pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara
kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang
didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar.
Dari
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah
suatu keadaan di mana siswa mengalami hambatan dalam proses belajar yang
menyebabkan siswa tersebut mengalami kegagalan. Kesulitan belajar
tersebut berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi,
konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian,
penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik.
Kesulitan belajar yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor-faktor kesulitan belajar sebagai berikut:
1. Faktor Disfungsi Otak
Faktor
ini terjadi karena kurang berfungsinya otak kiri yang berfungsi untuk
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan verbal. Pada siswa
yang mengalami kesulitan belajar, dia akan lebih mudah melakukan hal-hal
yang bersifat non verbal dibandingkan yang bersifat verbal.
2. Faktor Genetik
Faktor
ini adalah faktor yang dibawa sejak lahir dan diwariskan orangtua.
Sehingga faktor ini sudah ada dalam diri siswa sejak lahir.
3. Faktor Lingkungan dan Malnutrisi
Faktor
lingkungan adalah faktor yang banyak ditemui dalam masyarakat. Faktor
ini terjadi pada siswa yang berada dalam lingkungan yang kurang baik,
sehingga mempengaruhi siswa dalam belajarnya dan menyebabkan siswa
tersebut mengalami kesulitan belajar. Sedangkan faktor malnutrisi pada
usia dini dapat menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar.
4. Faktor Biokimia
Kesulitan
belajar dapat disebabkan karena siswa terlalu sering mengkonsumsi
obat-obatan yang awalnya membantu tetapi pada jangka waktu yang lama
akan menghambat siswa dan menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar.
Berbagai
pendapat menyebutkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar. Dan
dalam penelitian ini, faktor yang diteliti adalah sebatas pada faktor
lingkungan yakni di kelas dan dalam proses bembelajaran.
2. Pengertian Pembelajaran
Menurut
Sagala (2008:60) “pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan
asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan”.
Sedangkan menurut Teuku Zahara Djaafar (dalam Fitrihana 2009) menyatakan: Pembelajaran disebut juga kegiatan instruksional (Instructional) yaitu usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang belajar berperilaku tertentu dalam kondisi tertentu.
Prayudi (2007) mengemukakan bahwa:
Proses
pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara dosen dan mahasiswa
untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang
terbentuk ter-“internalisasi” dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan.
Untuk menghasilkan sebuah proses pembelajaran yang baik, maka paling tidak harus terdapat 4 tahapan, yaitu :
1. Tahap
berbagi dan mengolah informasi, kegiatan di kelas, laboratorium,
perpustakaan adalah termasuk dalam aktifitas untuk berbagi dan mengolah
informasi.
2. Tahap internalisasi, aktifitas dalam bentuk PR, tugas, paper, diskusi, tutorial, adalah bagian dari tahap internalisasi.
3. Mekanisme balikan, kuis, ulangan/ujian serta komentar dan survei adalah bagian dari proses balikan.
4. Evaluasi,
aktifitas assesment yang berdasar pada test ataupun tanpa test termasuk
assesment diri adalah bagian dari proses evaluasi. Evaluasi dapat
dilakukan secara peer review ataupun dengan survei terbatas.
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia (2009)
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Jadi
pembelajaran adalah interaksi antara pendidik, peserta didik dan sumber
belajar yang terjadi dalam lingkungan pembelajaran atau sekolah. Dalam
pembelajaran yang baik harus terdapat beberapa tahap. Tahap
berbagi dan mengolah informasi, kegiatan di kelas, laboratorium,
perpustakaan adalah termasuk dalam aktifitas untuk berbagi dan mengolah
informasi. Tahap internalisasi, aktifitas dalam bentuk PR, tugas, paper,
diskusi, tutorial, adalah bagian dari tahap internalisasi. Mekanisme
balikan, kuis, ulangan/ujian serta komentar dan survei adalah bagian
dari proses balikan. Evaluasi, aktifitas assesment yang berdasar pada
test ataupun tanpa test termasuk assesment diri adalah bagian dari
proses evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan survei terbatas. Dengan
tahap tahap ini maka pembelajaran dapat berjalan dengan
oleh : Bintang Wicaksono, September 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar